DUNIA BLOGGER. Ruwatan adalah bagian dari tradisi Jawa, ruwatan merupakan manifestasi budaya Jawa yang adiluhung, ruwatan pada masa kini mulai ditinggalkan, ruwatan merupakan suatu permohonan keselamatan.
Religi masyarakat Jawa memandang bahwa jagad raya merupakan satu kesatuan yang serasi dan harmonis, tidak lepas satu dengan yang lain dan selalu berhubungan. Jagad raya terdiri dari jagad gede (makrokosmos - alam semesta di luar manusia) dan jagad cilik (mikrokosmos - alam manusia). Antara jagad gede dan jagad cilik tidak selalu dalam keadaan stabil, namun mengalami juga suatu hal yang disebut kelabilan. Kelabilan yang terjadi di dalam jagad gede pada dasarnya merupakan akibat dari ulah yang ditimbulkan oleh jagad cilik atau sebaliknya. Keteraturan di dalam jagad gede dan jagad cilik adalah terkoordinasi dan apabila masing-masing berusaha keras ke arah kesatuan dan keseimbangan, maka hidup akan lebih tenteram dan harmonis. Masyarakat Jawa selalu berusaha menjaga keharmonisan jagad raya. Apabila terjadi dis-harmonisasi dalam jagad raya, mereka biasanya menyelenggarakan upacara-upacara tertentu. Upacara ruwatan merupakan salah satu bentuk usaha masyarakat Jawa untuk menyeimbangkan jagad raya dari kelabilan. Manusia oleh karena suatu sebab terkena sukerta (noda), maka ia harus diruwat (dibebaskan, dilepaskan) dari malapetaka (mangsa Bhatara Kala). Dalam upacara ruwatan biasanya dipergelarkan wayang kulit yang menyajikan lakon khusus Murwakala atau Sudamala. Kedua lakon ini banyak dijumpai pada relief-relief di Candi Sukuh, Karanganyar, Jawa Tengah.
Pendahuluan.
Lowell D Holmes mengatakan bahwa :
Culture is defined in Anthropology as the learned, shared behavior that man acquires as a member of society. Although culture is akey concept in many of the social sciences, it has been Anthropology, more than any other dicipline, that has led the way in defining ang studying this abstract concept which is such a great factor in determining man's behavior and personality (Holmes 1965).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Di dalam Antropologi, kebudayaan diartikan sebagai perilaku yang dipelajari dan dimiliki bersama oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Meskipun kebudayaan adalah konsep inti dalam banyak bidang ilmu sosial, akan tetapi Antropologi-lah yang membuka jalan dalam mendefinisikan dan mempelajari konsep abstrak ini yang menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku dan kepribadian manusia.
Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat 1969). Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga unsur (wujud), yaitu :
Pada prakteknya, manusia hidup bermasyarakat diatur oleh suatu aturan, norma, pandangan, tradisi atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang mengikatnya, sekaligus merupakan cita-cita yang diharapkan untuk memperoleh maksud dan tujuan tertentu yang sangat didambakannya. Aturan, norma, pandangan, tradisi atau kebiasaan-kebiasaan itulah yang mewujudkan sistem tata nilai untuk dilaksanakan masyarakat pendukungnya, yang kemudian membentuk suatu adat-istiadat. Koentjaraningrat mengatakan bahwa adat-istiadat sebagai suatu kompleks norma-norma yang oleh individu-individu yang menganutnya dianggap ada di atas manusia yang hidup bersama dalam kenyataan suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1969).
Tanah air Indonesia (Nusantara) yang terdiri dari pulau-pulau, suku-suku bangsa, dan bahasa-bahasa daerah terdapat berbagai adat-istiadat yang kemudian diatur dan ditata oleh masyarakat pendukungnya sesuai dengan tujuan dan harapan yang didambakannya. Di dalam masyarakat Jawa misalnya, adat-istiadat yang kini masih dipertahankan, dilestarikan, diyakini dan dikembangkan, benar-benar dapat memberikan pengaruh terhadap sikap, pandangan dan pola pemikiran bagi masyarakat yang menganutnya. Adat-istiadat Jawa tersebut sangat menarik sebagai bahan kajian budaya, karena didalamnya memuat hal-hal yang bersifat unik. Ditengok dari segi kesejarahannya, adat-istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang sejak lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat-istiadat Jawa tersebut memuat suatu sistem tata-nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan masyarakat yang kini masih diakrabi dan dipatuhi oleh orang Jawa yang masih ingin melestarikannya sebagai warisan kebudayaan yang dianggap luhur dan agung. Dalam usahanya untuk melestarikan adat-istiadat, masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan dan perbuatan dari tata nilai yang telah teratur rapi. Sistem tata-nilai, norma, pandangan maupun aturan yang terpancar dan diwujudkan dalam upacara tradisi pada hakekatnya adalah pengejawantahan dari tata kehidupan masyarakat Jawa yang selalu ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap dan tingkah lakunya mendapatkan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan baik jasmaniah maupun rokhaniah. Tata upacara tradisi yang masih dipatuhi dan diakrabi serta tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir (di alam kandungan), lahir (di alam fana) dan meninggal (menuju alam baka).
Upacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak dalam alam kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara selamatan yang diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir tersebut seperti : kehamilan bulan ketiga (neloni), kehamilan bulan keempat (ngapati) dan kehamilan bulan ketujuh (mitoni/tingkeban). Setelah manusia dilahirkan ke dunia, maka bentuk upacara yang diperuntukkan baginya antara lain : kelahiran bayi (brokohan), lima hari (sepasaran), puput pusar, tiga puluh lima hari (selapanan), sunatan, tedak siten, perkawinan dan upacara ruwatan. Sedangkan upacara selamatan bagi manusia yang telah meninggal yaitu : saat meninggal dunia (geblak), hari ketiga, hati ketujuh, hari keempat puluh, hari ke seratus (nyatus), satu tahun (pendhak pisan), dua tahun (pendhak pindho) dan tiga tahun (pendhak katelu/nyewu).
(Bersambung ............... ke bagian berikutnya)
Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat 1969). Kebudayaan mempunyai paling sedikit tiga unsur (wujud), yaitu :
- wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya,
- wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
- wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat 1990).
Pada prakteknya, manusia hidup bermasyarakat diatur oleh suatu aturan, norma, pandangan, tradisi atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang mengikatnya, sekaligus merupakan cita-cita yang diharapkan untuk memperoleh maksud dan tujuan tertentu yang sangat didambakannya. Aturan, norma, pandangan, tradisi atau kebiasaan-kebiasaan itulah yang mewujudkan sistem tata nilai untuk dilaksanakan masyarakat pendukungnya, yang kemudian membentuk suatu adat-istiadat. Koentjaraningrat mengatakan bahwa adat-istiadat sebagai suatu kompleks norma-norma yang oleh individu-individu yang menganutnya dianggap ada di atas manusia yang hidup bersama dalam kenyataan suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1969).
Tanah air Indonesia (Nusantara) yang terdiri dari pulau-pulau, suku-suku bangsa, dan bahasa-bahasa daerah terdapat berbagai adat-istiadat yang kemudian diatur dan ditata oleh masyarakat pendukungnya sesuai dengan tujuan dan harapan yang didambakannya. Di dalam masyarakat Jawa misalnya, adat-istiadat yang kini masih dipertahankan, dilestarikan, diyakini dan dikembangkan, benar-benar dapat memberikan pengaruh terhadap sikap, pandangan dan pola pemikiran bagi masyarakat yang menganutnya. Adat-istiadat Jawa tersebut sangat menarik sebagai bahan kajian budaya, karena didalamnya memuat hal-hal yang bersifat unik. Ditengok dari segi kesejarahannya, adat-istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang sejak lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat-istiadat Jawa tersebut memuat suatu sistem tata-nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan masyarakat yang kini masih diakrabi dan dipatuhi oleh orang Jawa yang masih ingin melestarikannya sebagai warisan kebudayaan yang dianggap luhur dan agung. Dalam usahanya untuk melestarikan adat-istiadat, masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan dan perbuatan dari tata nilai yang telah teratur rapi. Sistem tata-nilai, norma, pandangan maupun aturan yang terpancar dan diwujudkan dalam upacara tradisi pada hakekatnya adalah pengejawantahan dari tata kehidupan masyarakat Jawa yang selalu ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap dan tingkah lakunya mendapatkan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan baik jasmaniah maupun rokhaniah. Tata upacara tradisi yang masih dipatuhi dan diakrabi serta tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir (di alam kandungan), lahir (di alam fana) dan meninggal (menuju alam baka).
Upacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak dalam alam kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara selamatan yang diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir tersebut seperti : kehamilan bulan ketiga (neloni), kehamilan bulan keempat (ngapati) dan kehamilan bulan ketujuh (mitoni/tingkeban). Setelah manusia dilahirkan ke dunia, maka bentuk upacara yang diperuntukkan baginya antara lain : kelahiran bayi (brokohan), lima hari (sepasaran), puput pusar, tiga puluh lima hari (selapanan), sunatan, tedak siten, perkawinan dan upacara ruwatan. Sedangkan upacara selamatan bagi manusia yang telah meninggal yaitu : saat meninggal dunia (geblak), hari ketiga, hati ketujuh, hari keempat puluh, hari ke seratus (nyatus), satu tahun (pendhak pisan), dua tahun (pendhak pindho) dan tiga tahun (pendhak katelu/nyewu).
(Bersambung ............... ke bagian berikutnya)
informasi yg menarik..kalau di tempat saya nama nya syawalan mas
ReplyDelete