DUNIA BLOGGER. Wilayah kekuasaan Majapahit ini banyak diperdebatkan oleh mereka-mereka yang menyebut diri "para ahli", wilayah kekuasaan Majapahit ini banyak disangkal atau diragukan oleh beberapa kalangan dengan berbagai macam argumentasi yang lebih bersifat 'analis-individualistis' serta nampak adanya suatu kepentingan di balik penyangkalan tersebut.
Berawal dari rasa penasaran yang cukup mendalam, akhirnya diriku mencari sumber sejarah kerajaan Majapahit (dalam arti sumber yang dapat dipercaya). Akhirnya diriku menemukan kitab Negarakretagama karangan Mpu Prapanca yang selesai ditulis pada sekitar tahun 1365 M (saat Majapahit berada di puncak kejayaannya), di pertapaan lereng gunung sebuah desa yang disebut Kamalasana. Naskah asli kitab Negarakretagama ini ternyata berjudul Desawarnana (menurut penuturan penulisnya) dan pertama kali ditemukan di Puri Cakranegara (pulau Lombok) pada tahun 1894 M oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Pada kenyataannya kitab Negarakretagama ini telah mendapat pengakuan dunia pada tahun 2008, dan telah diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.
Baiklah mari kita periksa satu demi satu uraian dalam kitab Negarakretagama tersebut khusus yang berkaitan dengan luas wilayah kekuasaan Majapahit, sebagai berikut :
Pupuh XIII menuturkan sebagai berikut :
Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu M'layu,
Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut,
Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane,
Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus,
Itulah terutama negara-negara Melayu yang t'lah tunduk,
Negara-negara di pulau Tanjungnegara, Kapuas-Katingan,
Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
Pupuh XIV menuturkan sebagai berikut :
Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan,
Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir,
Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei,
Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu,
Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu,
Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah,
Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah Timur Jawa seperti yang berikut,
Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah,
Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo,
Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
Pulau Gurun, yang biasa disebut Lombok Merah,
Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya,
Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk,
Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi,
Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar,
Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin,
Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
Dan jika dipetakan, luas wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit tersebut adalah seperti gambar di bawah ini :
Selanjutnya di dalam Pupuh XVI bagian yang ke 5, menyebutkan sebagai berikut :
Semua negara yang tunduk setia menganut perintah,
Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari pulau Jawa,
Tapi yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan
Pimpinan angkatan laut, yang telah mashur lagi berjasa.
Dari uraian pupuh ini dapat disimpulkan tentang adanya penguasaan mutlak kerajaan Majapahit atas wilayah-wilayah kerajaan sebagaimana yang telah disebutkan dalam dua pupuh terdahulu.
Mengenai wilayah di sebelah Barat pulau Jawa dituturkan dalam Pupuh XVI terutama bagian ke 2 dan 4 sebagai berikut :
Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata (ajaran Budha)
Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata (Hayam Wuruk)
Dilarang menginjak tanah sebelah Barat pulau Jawa
Karena penghuninya bukan penganut ajaran Budha.
Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja
Dikirim ke Timur ke Barat, di mana mereka sempat
Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata
Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar.
Dari uraian kedua bagian dari Pupuh XVI tersebut di atas dapat dianalogikan bahwa tanah di sebelah Barat pulau Jawa adalah juga merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit, namun dalam hal ini ada kekhususan tidak boleh dijamah oleh pendeta-pendeta agama Budha.
Mengenai wilayah pulau Madura, disebutkan di dalam Pupuh XV bagian yang kedua sebagai berikut : "Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara asing, karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu ....". Dengan demikian pulau Madura termasuk pula dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit karena telah menjadi satu dengan pulau Jawa sejak dahulu.
Dari uraian kitab Negarakretagama ini dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa sebenarnya
Wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit lebih luas dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ada saat ini.
Lebih jauh lagi, pengakuan terhadap kekuasaan kerajaan Majapahit ini pada dasarnya dilakukan dengan "mempersembahkan pajak upeti" sebagaimana yang diuraikan dalam Pupuh XV bagian yang ketiga, sebagai berikut :
Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda
Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti
Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan
Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.
Jelaslah sudah bahwa pengakuan kekuasaan kerajaan Majapahit terhadap daerah-daerah yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan "persembahan pajak upeti".
Dengan pemaparan tersebut di atas jelaslah sudah bahwa pada dasarnya ada terdapat sumber yang jelas tentang wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit yaitu uraian di dalam kitab Negarakretagama sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Selanjutnya bukti-bukti pengakuan terhadap kekuasaan kerajaan Majapahit ini dilakukan dengan persembahan pajak upeti tiap-tiap musim tertentu.
Terakhir kali, marilah kita telusuri siapa penulis kitab Negarakretagama tersebut agar kita dapat membuktikan bahwa tidak ada klaim wilayah kekuasaan oleh Majapahit.
Mengenai penulis kitab Negarakretagama ini dapat kita uraikan sebagai berikut :
Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Buddha (Dharmadhyaksa Kasogatan) di istana Majapahit sebagaimana yang diuraikan dalam Piagam Trawulan 1358 M. Beliau adalah putera dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan juga yaitu Dang Acarya Kanakamuni.Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama di usia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca" adalah penulis Nagarakretagama.
Dari uraian di atas, jelaslah kepada kita semua bahwa apa yang dituliskan oleh Prapanca dalam bukunya tersebut bukanlah merupakan sebuah klaim kerajaan Majapahit namun lebih kepada kenyataan yang terjadi pada waktu itu. Ia menulis dan menyelesaikan kitab Negarakretagama di tempat yang jauh dari pusat kerajaan Majapahit yaitu dalam sebuah pertapaan di lereng gunung di sebuah desa yang bernama Kamalasana. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa penulisan kitab Negarakretagama ini sama sekali tidak ada campur tangan atau rekayasa dari pihak istana Majapahit, namun murni keluar dari hati nuraninya sendiri (sebagai pertapa) berdasarkan fakta-fakta yang pernah beliau alami selama menjadi Dharmadhyaksa Kasogatan. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan, adalah bahwa Prapanca menuliskan kitab Negarakretagama ini pada saat telah tidak lagi menjabat sebagai Dharmadhyaksa Kasogatan atau dengan kata lain ia telah menjadi masyarakat biasa dan tidak memiliki kepentingan apapun terhadap kerajaan Majapahit. Ia (pada saat itu) telah membaktikan hidupnya sebagai seorang pertapa yang ingin lebih dekat kepada Tuhannya. Mungkinkah seorang pertapa (jaman dahulu) akan menuliskan sesuatu yang di luar kebenaran atau tidak sesuai dengan kenyataan yang ada ?
Selanjutnya tujuan dari penulisan kitab Negarakretagama ini diuraikan dalam Pupuh XCIV bagian yang kedua, dengan kalimat berikut : "Segenap desa tersusun dalam rangkaian, pantas disebut desawarnana, dengan maksud agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat". Desawarnana adalah judul asli kitab Negarakretagama ini, dan tujuan penulisan semata-mata hanyalah untuk mengingatkan Baginda (dalam hal ini Prabhu Hayam Wuruk) bilamana membaca kitab ini, artinya sama sekali jauh dari unsur-unsur politik ataupun keinginan pribadi yang berbau politis, karena selama hidupnya Prapanca adalah seorang pendeta urusan agama Budha dan bukan pejabat kerajaan yang berkaitan dengan politik dan atau penguasaan terhadap suatu wilayah kerajaan semacam patih atau mahapatih.
Kitab Negarakretagama telah menjadi memory dunia
Tambahan tentang kitab Negarakretagama.
Dengan uraian yang panjang lebar tersebut, akhirnya penulis berkesimpulan bahwa uraian Prapanca tentang wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit dalam bukunya yang berjudul kitab Negarakretagama LEBIH DAPAT DIPERCAYA serta dapat dipergunakan sebagai referensi sejarah, daripada uraian dari pihak-pihak yang menyangkal luasnya wilayah kerajaan Majapahit, karena mereka semua bukanlah pelaku-pelaku sejarah Majapahit yang sebenarnya. Mereka semua hanya bisa menganalisa sumber-sumber sejarah Majapahit kemudian menafsirkannya (menurut analisanya sendiri) dengan suatu penafsiran yang belum tentu benar adanya. Berbeda dengan Prapanca, ia adalah pelaku sejarah kejayaan kerajaan Majapahit yang asli (yang sebenarnya). Ditambah lagi kitab Negarakretagama telah diakui oleh seluruh dunia dan menjadi bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme).
- Naskah Nagarakretagama awalnya disimpan di Leiden dan diberi nomor kode L Or 5.023. Lalu dengan kunjungan Ratu Juliana, Belanda ke Indonesia pada tahun 1973, naskah ini diserahkan kepada Republik Indonesia. Naskah itu saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional RI dan diberi kode NB 9.
- Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 telah diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.
Prapanca adalah saksi kebesaran dan luasnya kekuasaan kerajaan Majapahit, karena beliau hidup pada jaman kerajaan Majapahit masih berdiri.
Satu hal yang patut kita renungkan :
Akankah kita yang pada dasarnya merupakan pewaris sah kitab Negarakretagama ini meragukan kebenarannya, sementera seluruh dunia telah mengakuinya sebagai Daftar Ingatan Dunia ?
Sekian ulasan diriku tentang Majapahit lebih luas daripada NKRI, semoga bermanfaat, dan dapat membuka kacamata berpikir semua orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang mengutamakan persatuan dan kesatuan.
Memang pada kenyataannya seperti yang anda uraikan tersebut, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit waktu itu sampai ke Semenanjung Malaya. Salam persahabatan dari Bhumi Majapahit.
ReplyDeleteWilayah kekuasaan Majapahit tersebut merupakan cikal-bakal Nusantara sebagai satu kesatuan politik dibawah panji-panji Pancasila dan Sang Merah Putih
ReplyDeleteUraian anda cukup panjang lebar, dapat membuka wawasan berpikir kami kaum muda Indonesia yang mulai kehilangan jiwa nasionalisme.
ReplyDeletemantapp gan :) (y)
ReplyDeletemain2 yakk ksini :D http://amint85.blogspot.com/
waktu itu majapahit memiliki patih gajah mada yang maha bijak dan banyak disegani oleh kerajaan lain, maha patih juga sangat pandai dalam negosiasi sehingga mampu memperluas wilayah kerajaan majapahit hingga seluas itu
ReplyDelete